RUU PESANTREN UNTUK SIAPA????
JAKARTA. Pojok Hukum Universitas Nadlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta, pojok hukum merupakan organisasi yang di bentuk oleh Pengurus Himpunan Mahasiswa Hukum Unusia, pojok hukum mengadakan diskusi publik terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan keagamaan pada hari Kamis 06 Desember 2018. Diskusi ini bertujuan untuk mengetahui apa maksud dan tujuan terkait RUU ini.
Pada acara ini pojok hukum unusia menghadirkan pembicara dengan latar belakang dan agama yang berbeda, pembicara tersebut adalah Jeirry Sumampaow (Mantan Hmas Persekutuan Gereja Indonesia), Dr. Ahsanul Minan (Dosen Hukum Konstitusi UNUSIA), Hifdzil Alim (Directur HICON law and Policy strategic), diskusi ini di mulai sejak pukul 19:00 sampai selesai.
RUU pesantren dan pendiidkan keagamaan ini menjadi menarik untuk di bahas karena sudah diketahui bersama bahwa lembaga pendidikan yangberbasis keagamaan ini sudah ada sebelum inidonesia merdeka. dan pondok pesantern telah mengalami berbagai perubahan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan zaman. maka dari itu RUU ini sangat perlu untuk di diskusikan oleh berbagai macam kalangan , baik mahasiswa, santri, tenaga pendidik yang bergerak dalam bidang keagamaan, serta para pegiat hukum. sehingga akan mendapatkan pemahaman terlebih dahulu terkait dengan rancangan undang-undang ini.
RUU pesantren secara implementasi kajian tidak dapat
berjalan sesuai dengan yang tersirat dalam RUU tersebut
Hifdzil Alim beranggapan “Terdapat dua faksi yang melatar
belakngi timbulnya RUU tersebut yakni PKB dan PPP, pesantren dan kiai tidak
dapat di pisahkan, keuangan masukan pesantren tetapi laporan pesantren tidak
bisa masukan sesuai negara karena internal pesantren tidak seperti apa yang
dibayangkan negara”.
Jeirry menambahkan
dari pembahasan hifdzil, ia mengatakan “PGI merupakan organisasi pertama yang
memberikan komentar terhadap RUU tersebut, dan PGI mengharapkan ketika
membicarakan substansial akan mengundang orang-orang yang dianggap
bersinggungan dengan dengan hal tersebut, dan negara memfasilitasi kepada
keagamaan tetapi tidak bertentangan dengan internal institusinya”
Ahsanul Minan beranggapan pula” kalau dilihat RUU pesantren
ini 180 derajat dari mata kuliah perUndang-undagan Di kelas ini tidak sesuai UU
no. 11 Tahun 2012 bahkan bisa dikatan RUU ini sangat lemah, negara membantu
tetapi tidak mengekang pesantren dan keagamaan lain, itu harus dipikiriran
secara sederhana.
Dalam hal ini muhtar said yang merupakn kepala prodi hukum
UNUSIA memberikan take line yakni “urgensi apa negara membuat RUU psantren ini
pada tahun politik? Ingin mengayomi atau mencari sensasi?.
Dalam pembahasan pada diskusi yang diadakan oleh pojok hukum
unusia, beranggapan bahwa jiak RUU ini disahkan dengan tidak adanya pengkajian
ulang terhadap substansinya maka, akan di khawatirkan akan menghilangkan
culture yang terdapat dalam RUU tersebut.
Banyak kalangan mahasiswa yang menyambut baik dengan
diadaknannya diskusi tersebut, bukan hanya kalangan mahasiswa bahkan dari
kalangan dosen hingga wartawan yang hadir sangat menyambut dengan antusias yang
baik bahkan banyak juga yang mengharapkan untuk diskusi lanjutan. Terdapat harapan
terkait dengan RUU tersebut salah satunya adalah kami tidak menolak dan juga
tidak menerima RUU tersebut kapan tetapi kami berharap untuk kiranya di kaji
ulang terkait substansi RUU.
ZAINUR ROHMAN
Komentar
Posting Komentar